BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Sejak
dahulu, bangsa-bangsa di dunia tertarik untuk mengusai Indonesia termasuk wilayah Kerajaan Maluku yang berada di bagian timur Indonesia. Hal itu
disebabkan oleh letak Kerajaan Maluku yang sangat
strategis dan kekayaan alamnya berlimpah-limpah. Dikatakan strategis karena Kerajaan Maluku terletak di jalur perdagangan dunia. Di samping
tanahnya sangat subur, Kerajaan Maluku juga
mempunyai kandungan alam yang banyak,
seperti minyak. emas, dan tembaga.
Berbagai perlakuan yang tidak adil tersebut kemudian melatar belakangi rakyat
Kerajaan Maluku untuk memberontak. Pemberontakan dilakukan dari berbagai daerah
dan oleh berbagai tokoh perjuangan. Perjuangan memperoleh hak-hak kembali atas
kekayaan Bangsa Indonesia Khususnya Kerajaan Maluku terus dilakukan. Pergerakan-pergerakan
oleh tokoh nasionalis Kapiten Pattimura mengalami sejarah yang panjang dan dari
berbagai generasi.
Pentingnya mengetahui dan mempelajari sejarah perjuangan bangsa adalah
untuk menumbuhkan rasa cinta kita yang mendalam kepada Indonesia. Pepatah yang
mengatakan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarah
perjuangan pahlawannya. Indonesia merupakan bangsa yang besar, maka dari itu
perlu adanya penanaman kecintaan yang lebih untuk menumbuhkan semangat
nasionalisme.
1.2.
Rumusan Masalah
1.
Apakah motif
penjajahan di Kerajaan Maluku?
2.
Bagaimana rangkaian
perjuangan rakyat Kerajaan Maluku dalam melawan penjajahan?
1.3.
Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan adalah untuk mempelajari dan mengetahui
sejarah kependudukan terutama Rakyat Kerajaan Maluku meliputi motif kedatangan
dan perjuangan pahlawan Kerajaan Maluku dalam melawan penjajah Belanda. Tujuan
yang selanjutnya adalah menerapkan nilai-nilai semangat perjuangan untuk
mempertahankan kemerdekaan dan menghargai sejarah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Awal
Kedatangan dan Motif Kedatangan Belanda di Kerajaan Maluku
Hingga abad
ke-10 pelayaran niaga masih menempuh satu jalur yang tidak terputus-putus dari
timur ke barat atau sebaliknya. Sampai dengan abad itu belum ada
pelabuhan-pelabuhan yang memiliki cukup banyak fasilitas untuk dijadikan tempat
singgah dalam jalur niaga yang panjang. Sejak abad ke-10 dan ke-11 muncul kota
pelabuhan yang disebut dengan “emporium”, yaitu suatu kota pelabuhan dengan fasilitas lengkap yang memudahkan para pelaut untuk
memperbaiki kapal-kapalnya
sekaligus melakukan transaksi perdagangan. Dalam setiap emporium biasanya
terdapat pengusaha yang memiliki modal cukup besar sehingga mampu menyediakan
fasilitas kredit, gudang-gudang, usaha dagang dan bahkan sewa dan jual beli
kapal untuk ekspedisi dagang.
Lahirnya sistem”emporia” telah memudahkan pelayaran niaga. Para pedagang tidak lagi
dipaksa untuk menempuh seluruh jalur dari timur ke barat untuk memasarkan
barang dagangannya. Tetapi, dengan menempuh satu emporium saja, maka komoditi
dagangnya akan dibawa para pedagang lain menyebar ke emporium-emporium di
wilayah lain. Dengan demikian sistem emporia telah menyebabkan jalur
perdagangan menjadi lebih pendek. Berbagai emporium yang muncul pada abad itu
adalah Aden dan Mocha di Laut Merah; Muskat, Bandar Abas dan Hormuz di Teluk
Persia; Kambai dan Kalikut di Laut Arab; Satgaon di Teluk Benggala; Zaiton dan
Nanking di Laut Cina serta Malaka di Selat Malaka. Pada abad ke-15, Malaka
mulai menggeser kedudukan Samudra Pasai dalam dunia perdagangan internasional.
Secara geografis, letak Malaka cukup strategis dan lebih menguntungkan
dibandingkan Pasai.
Malaka
dikenal sebagai pintu gerbang Nusantara yang terletak pada jalan silang antara
wilayah timur dan wilayah barat Asia. Sebagaimana Sriwijaya, Malaka dapat
dikatakan tidak memproduksi sendiri bahan-bahan hasil bumi atau
pertambangannya, tetapi mendatangkan
dari wilayah lain. Namun dengan kekuatan hubungan diplomatiknya dengan berbagai
negara kuat seperti Cina, Siam dan Majapahit, kerajaan Malaka berkembang
menjadi emporium terbesar di kawasan Asia. Terlebih lagi setelah penguasa
Malaka menjadi penganut Islam pada 1414, mendorong semakin banyak pedagang
Islam dari Arab dan India melakukan kegiatan perdagangan di Malaka.
Pesatnya
perkembangan Malaka juga didukung oleh kebijakan yang ditempuh para penguasanya. Mereka berusaha menumbuhkan sistem birokrasi yang dapat
memenuhi tugasnya dalam mengatur perekonomian
Malaka. Salah satu jabatan yang penting dan berkaitan
erat dengan perdagangan di pelabuhan adalah Syahbandar. Di Malaka, terdapat
empat syahbandar yang dipilih secara langsung oleh para pedagang asing dari
berbagai kelompok bangsa untuk mengurusi
kepentingan mereka masing-masing. Kedudukan strategis Malaka itu terdengar oleh
orang-orang Portugis yang telah berhasil mendirikan suatu kantor dagang di Goa,
India. Untuk itu Affonso d’Albuquerque, seorang panglima Portugis di Goa
bermaksud mengadakan hubungan dengan Malaka. Suatu utusan Portugis dipimpin
oleh Lopez Squeira pada 1509 tiba di Malaka untuk mengadakan hubungan dagang
dengan Malaka. Namun penguasa Malaka enggan untuk menerimanya, bahkan mereka
menyerang orang-orang Portugis yang tiba di Malaka saat itu. Hingga akhirnya,
dengan dipimpin langsung oleh Panglima Portugis, Affonso d’Albuquerque.
Portugis
merebut Malaka pada 1511. Mereka berharap dengan menguasai Malaka akan dapat
merampas seluruh perdagangan merica di Asia. Namun harapan mereka tidak
terpenuhi, mengingat Malaka tidak memproduksi hasil-hasil perdagangan (ekspor)
apa pun, termasuk merica yang mereka cari-cari selama ini. Tetapi Malaka
semata-mata emporium yang berfungsi sebagai pelabuhan transit bagi para
pedagang di wilayah Asia. Setelah menguasai Malaka, orang-orang Portugis
melanjutkan perjalanannya ke Maluku, tepatnya ke Banda yang merupakan tempat
pengumpulan rempah-rempah di Maluku. Di Banda Portugis mendapatkan pala,
cengkeh dan fuli. Rempah-rempah tersebut mereka tukar dengan bahan pakaian dari
India. Dengan ini suasana perdagangan yang ramai timbul di pulau Banda. Pada
1521 bangsa Spanyol datang dengan dua kapal melalui Filipina dan Kalimantan
Utara menuju kepulauan Maluku, yaitu Tidore, Bacan dan Jailolo.
Kedatangan
mereka diterima dengan baik, ketika mereka pulang beberapa pedagang mereka
menetap di Tidore, tetapi mereka mendapat serangan dari Portugis. Kedatangan
bangsa Spanyol ke Maluku tidak disukai oleh bangsa Portugis, karena mereka
tidak menghendaki ada bangsa Eropa lain yang menjadi pesaing monopoli
perdagangan mereka di Maluku. Akan tetapi karena sikap baik yang ditunjukakan
oleh bangsa Spanyol, masyarakat Maluku lebih menyukai mereka daripada bangsa
Portugis. Oleh karena itu kapal-kapal mereka terus
mengunjungi Maluku hingga 1534. Namun karena adanya perjanjian dengan bangsa
Portugis sejak tahun 1534, Spanyol meninggalkan Maluku dan Portugis mendapat
kebebasan penuh untuk melakukan monopoli rempah-rempah di Maluku. Sejak akhir
abad ke-16 dan awal abad ke-17 tiba giliran bagi orang Belanda, Inggris,
Denmark dan Perancis datang ke wilayah Nusantara.
Secara
khusus, kedatangan bangsa Belanda didorong oleh dua motif yaitu ekonomi dan
petualangan. Pada 1585 ketika Portugal masuk daerah kuasa Spanyol maka peranan
bangsa Belanda sebagai pengangkut dan penyebar rempah-rempah di wilayah Eropa
terhenti. Karena kehilangan mata pencaharian tersebut, bangsa Belanda
memutuskan untuk mendapatkan rempah-rempah secara langsung dari kepulauan
Nusantara. Pada 1595 armada bangsa Belanda, yang terdiri dari empat kapal
dagang, untuk pertama kalinya berlayar ke Hindia Timur dibawah pimpinan Cournelis
de Houtman. Armada tersebut sampai di Banten pada 1596. Karena mengharapkan
keuntungan yang berlimpah, permintaan Belanda kepada Banten atas sejumlah besar
lada diluar kemampuannya untuk membayar menimbulkan ketegangan antara mereka.
Kemudian Belanda meninggalkan pelabuhan Banten dengan menembaki kota Banten.
Sikap kasar tersebut menyebar ke seluruh pelabuhan di pesisir utara Jawa,
sehingga Belanda mengalami kesulitan untuk mengadakan hubungan dagang.
Armada
pertama tersebut hanya berlayar hingga Bali dan pada 1597 mereka berhasil
kembali ke Belanda dengan membawa banyak rempah-rempah. Tahun berikutnya, 1598
armada kedua Belanda yang terdiri dari Jacob van Neck, Waerwijck, Heemskerck di
Banten, tiba di banten dan diterima dengan baik oleh penguasa-penguasa di sana.
Hal tersebut disebabkan situasi Banten yang baru saja mengalami kerugian akibat
tindakan orang Portugis dan sikap bangsa Belanda yang sudah bisa menyesuaikan
diri dengan masyarakat Banten. Kedatangan bangsa Belanda di pelabuhan Tuban dan
Maluku juga mendapat sambutan yang baik daripara penguasa setempat. Hampir
setiap pulau di Kepulauan Maluku mereka singgahi, bahkan mereka juga
menempatkan orang-orangnya untuk menampung hasil panen rempah-rempah.
Kedatangan Belanda di Ternate juga diterima dengan baik karena pada saat itu Sultan Ternate sedang memusuhi Portugis dan
Spanyol.
Dengan cara
seperti itu, armada Belanda berhasil kembali ke negerinya dengan kapal-kapal
yang sarat muatan rempah-rempah dan keuntungan yang besar. Pada Maret 1602, setelah
perundingan yang alot antara Staten General(Dewan Perwakilan) dengan
perseroan-perseroan di negeri Belanda (Holland dan Zeeland) dibentuk Vereenidge
Oost Indische Compagnie(VOC) berdasarkan suatu oktroi parlemen yang memberi hak
eksklusif kepada perseroan untuk berdagang, berlayar dan memegang kekuasaan di
kawasan antara Tanjung Harapan dan Kepulauan Salomon. Dalam menjalankan misi
dagangnya, VOC mempunyai hak khusus (oktroi) dalam memperoleh wilayah di Timur,
mengadakan perdamaian, perjanjian-perjanjian, menyatakan perang, memiliki kapal
perang, mempunyai tentara dan memiliki benteng pertahanan sendiri. Tujuan utama
dibentuknya VOC seperti tercermin dalam perundingan 15 Januari 1602 adalah
untuk “menimbulkan bencana pada musuh dan guna keamanan tanah air”. Musuh saat itu adalah Portugis dan Spanyol yang pada kurun Juni 1580 –
Desember 1640 bergabung menjadi satu kekuasaan yang hendak merebut dominasi
perdagangan di Asia.
Sementara waktu, melalui VOC bangsa Belanda masih menjalin hubungan baik
bersama masyarakat Nusantara. Pada tahun-tahun setelah J.P. Coen menjadi
Gubernur Jenderal VOC, arah politik bangsa Belanda semakin jelas bukan hanya
terfokus pada perdagangan saja tetapi juga melaksanakan monopoli perdagangan
serta politik kekuasaan terhadap kerajaan-kerajaan di Nusantara. Lima tahun
sebelum menjadi Gubernur Jenderal (1614) JP Coen berpendapat bahwa perdagangan
di Asia harus dilaksanakan dan dipertahankan dengan perlindungan serta bantuan
senjata yang diperoleh dari keuntungan perdaganga. Menurut Coen perdagangan
tidak dapat dipertahankan tanpa perang, seperti juga perang tidak dapat
dipertahankan tanpa perdagangan. Akhirnya pada Maret 1619 VOC dibawah pimpinan
Gubernur Jenderal J.P. Coen merebut Jayakarta dari tangan Pangeran Wijayakrama
dan mengukuhkan kedudukannya setelah membumi hanguskan kota dengan membangun
kota Batavia di atas puing-puing reruntuhan Jayakarta. Setelah berhasil
menguasai Batavia, J.P. Coen memindahkan kantor pusat dagang VOC dari Ambon ke
Batavia, sejak saat itu Batavia menjadi markas besar perdagangan VOC.
2.2. Perlawanan Rakyat
Kerajaan Maluku melawan Penjajahan
(Perlawanan Saparua 1817)
Berdasarkan
Traktat London I tahun 1814 (antara Belanda danInggris), maka semua jajahan
Belanda (kecuali Kaapkoloni dan SriLanka) dikembalikan kepada Belanda. Ini
berarti jajahan Inggris
diIndonesia, yang dulu direbut dari Belanda, harus dikembalikan kepadaBelanda.
Bertolak dari keputusan tersebut, maka Indonesia akan dijajahkembali oleh Belanda. Dengan demikian
penindasan yang pernahdilakukan terhadap rakyat Indonesia juga akan dilakukan
kembali, danmemang demikian. Itulah sebabnya, rakyat Indonesia lalu melakukan perlawanan-perlawanan,
yang diawali dengan perlawanan rakyatSaparua dari Maluku.Maluku sangat penting
bagi Belanda karena daerah inimerupakan penghasil rempah-rempah. Hal itu sudah
dilakukan ratusantahun oleh Belanda sampai jatuhnya VOC tahun 1799 yang
kemudiandikuasai oleh Inggris yang liberal. Ketika rakyat Maluku mendengarbahwa Belanda
akan berkuasa kembali di Maluku, masyarakat Malukutrauma akan kembalinya sistem
monopoli VOC dan Pelayaran Hongi.Dengan adanya monopoli itu, maka harga
rempah-rempahditentukan oleh Belanda, yang biasanya sangat murah.
Belandamelakukan
pengawasan ketat terhadap penduduk dan tidak jarangmenggunakan kekerasan.
Perdagangan yang dilakukan oleh penduduk Maluku dengan pedagang Jawa, Melayu dan
lain-lain dianggapperdagangan gelap. Karena itu kembalinya Belanda ke Maluku
tahun1816 dicurigai bahwa mereka akan mengembalikan sistem monopoliyang
menakutkan itu.Di samping
monopoli rempah-rempah, rakyat Maluku jugatrauma akan kembalinya Pelayaran
Hongi. Untuk mencegah jangansampai harga cengkeh di pasaran menurun karena kebanyakanproduksi, maka
Belanda memaksa rakyat untuk menebang pohoncengkehnya. Untuk itu, maka
dilakukan Pelayaran Hongi yaitupelayaran bersenjata untuk membasmi pohon
rempah-rempah yangdianggap berlebih sekaligus untuk mencegah perdagangan
gelap.Karena tindakan yang kejam itu rakyat kehilangan mata pencahariannyadan
tenggelam ke dalam kesengsaraan dan kelaparan.Pada masa pemerintahan Inggris di
Maluku timbul harapan bagirakyat. Untuk menarik hati rakyat, penguasa Inggris
mengeluarkanperaturan yang meringankan beban-beban rakyat, penyerahan
paksadihapus, dan pekerjaan rodi dikurangi. Pemasukan barang-barangdagangan
dilakukan. Tetapi keadaan ini tidak berlangsung
lama. Setelahdaerah ini benar-benar kembali ke tangan Belanda, praktek-praktek
lamadijalankan kembali.
Pemerintah
Belanda lalu melakukan tekanan-tekanan yang berat,sehingga kembali membebani
kehidupan rakyat. Selain sistem menyerahan
paksa, masih terdapat beban kewajiban lain yang berat,antara lain kewajiban
kerja blandong, penyerahan atap dan gaba-gaba,penyerahan ikan asin, dendeng dan
kopi.Akibat dari penderitaan rakyat itu maka rakyat Maluku padatahun 1817
bangkit mengangkat senjata melawan kekuasaan Belanda.Perlawanan rakyat Maluku
berkobar di Pulau Saparua. Tidak sedikitpenduduk dari daerah pulau sekitarnya
yang ikut serta dalamperlawanan itu, baik yang beragama Kristen maupun Islam
bersatupadu melawan penjajah. Hal ini menunjukkan bahwa Perang
SaparuaPerlawanan Indonesia Terhadap Belanda. (A. Kardiyat Wiharyanto)mempunyai
nada religius, karena Belanda mempersulitkehidupan beragama di daerah itu.
Protes rakyat di
bawah pimpinan Thomas Matualessi diawalidengan penyerahan daftar
keluhan-keluhan kepada Belanda. Daftar ituditandatangani oleh 21 penguasa orang
kaya, patih, raja dari Saparuadan Nusa Laut. Beberapa pemimpin lain dalam
perlawanan itu ialahAnthony Rhebok, Philip Latumahina, dan raja dari Siri Sori
Sayat. Perlawanan ini dipimpin oleh Thomas Matualessi yangkemudian termasyur
dengan sebutan Pattimura. Saat itu bentengDurstede di pulau Saparua berhasil
dihancurkan oleh pasukan Maluku.Residen Belanda yang bernama van den Berg,
terbunuh dalam peristiwaitu. Pasukan Belanda tambahan kemudian didatangkan dari
Ambontetapi berhasil dikalahkan.Perlawanan rakyat Saparua menjalar ke Ambon,
Seram, danpulau-pulau lainnya. Untuk memadamkan perlawanan rakyat Malukuini, Belanda
mendatangkan pasukan dari Jawa.
Maluku diblokade
olehBelanda. Rakyat akhirnya menyerah karena kekurangan makanan.Untuk menyelamatkan rakyat
dari kelaparan, maka Pattimuramenyerahkan diri dan dikumum mati di tiang
gantungan sebagaipahlawan yang tertindas oleh penjajah.Pemimpin perlawanan
rakyat Maluku digantikan oleh KhristinaMartha Tiahahu, seorang pejuang wanita.
Namun akhirnya ia ditangkappula. Sewaktu akan diasingkan ke Pulau Jawa, ia
meninggal diperjalanan. Akibat perlawanan rakyat Maluku ini, pemerintah
HindiaBelanda menerapkan kebijakan ketat. Rakyat Maluku, terutama rakyatSaparua
dihukum berat. Monopoli rempah-rempah diberlakukankembali oleh pemerintah
Belanda.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Secara khusus, kedatangan bangsa
Belanda didorong oleh dua motif yaitu ekonomi dan petualangan. Pada 1595 armada
bangsa Belanda, yang terdiri dari empat kapal dagang, untuk pertama kalinya
berlayar ke Hindia Timur dibawah pimpinan Cournelis de Houtman. Maluku
pada tahun
1817 bangkit mengangkat senjata melawan kekuasaan Belanda.Perlawanan rakyat
Maluku berkobar di Pulau Saparua.
0 komentar:
Posting Komentar