BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa lepas dari bermu'amalah antara satu dengan yang lainnya. Mu'amalah sesama manusia senantiasa mengalami perkembangan dan perubahan sesuai kemajuan dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu aturan Allah yang terdapat dalam al-Qur'an tidakmungkin menjangkau seluruh segi pergaulan yang berubah itu. Itulah sebabnya ayat-ayat al-Qur'an yang berkaitan dengan hal ini hanya bersifat prinsip dalam mu'amalat dan dalam bentuk umum yang mengatur secara garis besar. Aturan yang lebih khusus datang dari Nabi. Hubungan manusia satu dengan manusia berkaitan dengan harta diatur agama islam salah satunya dalam jual beli. Jual beli yang didalamnya terdapat aturan-aturan yang seharusnya kita mengerti dan kita pahami. Jual beli seperti apakah yang dibenarkan oleh syara' dan jual beli manakah yang tidak diperbolehkan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang Dimaksud dengan Jual Beli?
2. Dalil apa saja yang Menyariatkan Jual Beli?
3. Apa saja Rukun dan Syarat Jual Beli?
4. Apa Saja Macam Jual Beli?
5. Apa yang dimaksud dengan Khiyar apa saja Macamnya?
6. Apa Hikmah dan Anjuran dari Jual Beli?
C. Tujuan Penulisan
Pada makalah ini siswa diharapkan mampu :
1. Dapat mengerti maksud dari jaul beli;
2. Dapat mengetahui dalil-dalil yang menyaariatkan jual beli;
3. Dapat mengetahui dan memahami rukun dan syarat jual beli;
4. Dapa mengetahui dan memahami macam-macam jual beli;
5. Dapat memahami khiyar dan macam-macamnya;
6. Dapat mengetahui hikmah dan anjuran jual beli.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Jual-Beli
Secara etimologi, al-bay'u (jual beli) berarti mengambil dan memberikan sesuatu, dan merupakan derivat (turunan) dari (depa) karena orang Arab terbiasa mengulurkan depa mereka ketika mengadakan akad jual beli untuk saling menepukkan tangan sebagai tanda bahwa akad telah terlaksana atau ketika mereka saling menukar barang dan uang.
Di dalam Fiqhus sunnah (3/46) disebutkan bahwa al-bay'u adalah transaksi tukar menukar harta yang dilakukan secara sukarela atau proses mengalihkan hak kepemilikan kepada orang lain dengan adanya kompensasi tertentu dan dilakukan dalam koridor syariat.
Menurut istilah terminology yang dimaksud jual beli adalah :
1. Menukar barang dengan barang atau barang dengan uangdenga jalan melepaskan hak milik yang satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan (idris ahmad, fiqih al-syafi'iyah : 5)
2. Penukaran benda dengan benda lain dengan jalan saling merelakan atau memindahkan hak milik dengan ada penggantinya dengan cara yang dibolehkan.
3. Aqad yang tegak atas dasar penukaran harta atas harta, maka terjadilah penukaran hak milik secara tetap.(Hasbi Ash-Shiddiqi, peng.Fiqh muamalah :97)
Dari beberapa definisi tersebut kami mengambil kesimpulan bahwasanya jual beli adalah suatu perjanjian yang dilakukan oleh kedua belah pihak dengan cara suka rela sehingga keduanya dapat saling menguntungkan, maka akan terjadilah penukaran hak milik secara tetap dengan jalan yang dibenarkan oleh syara'.
Adapun hikmah disyariatkannya jual beli adalah merealisasikan keinginan seseorang yang terkadang tidak mampu diperolehnya, dengan adanya jual beli dia mampu untuk memperoleh sesuatu yang diinginkannya, karena pada umumnya kebutuhan seseorang sangat terkait dengan sesuatu yang dimiliki saudaranya (Subulus Salam, 4/47).
B. Dalil Disyari'atkannya Jual Beli
Islam telah mensyariatkan jual beli dengan dalil yang berasal dari A;-Qur'an, sunnah, ijma' dan qiyas (analogi).
1. Dalil Al Qur'an
Allah ta'ala berfirman,
"… padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…" (QS. Al Baqarah: 275)
Al 'Allamah As Sa'diy mengatakan bahwa di dalam jual beli terdapat manfaat dan urgensi sosial, apabila diharamkan maka akan menimbulkan berbagai kerugian. Berdasarkan hal ini, seluruh transaksi (jual beli) yang dilakukan manusia hukum asalnya adalah halal, kecuali terdapat dalil yang melarang transaksi tersebut. (Taisir Karimir Rahman 1/116).
2. Dalil Sunnah
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah ditanya, profesi apakah yang paling baik? Maka beliau menjawab, bahwa profesi terbaik yang dikerjakan oleh manusia adalah segala pekerjaan yang dilakukan dengan kedua tangannya dan transaksi jual beli yang dilakukannya tanpa melanggar batasan-batasan syariat. (Hadits shahih dengan banyaknya riwayat, diriwayatkan Al Bazzzar 2/83, Hakim 2/10; dinukil dari Taudhihul Ahkam 4/218-219).
Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda:
"Emas ditukar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, garam dengan garam, sama beratnya dan langsung diserahterimakan. Apabila berlainan jenis, maka juallah sesuka kalian namun harus langsung diserahterimakan/secara kontan" (HR. Muslim: 2970)
Berdasarkan hadits-hadits ini, jual beli merupakan aktivitas yang disyariatkan.
3. Dalil Ijma'
Kebutuhan manusia untuk mengadakan transaksi jual beli sangat urgen, dengan transaksi jual beli seseorang mampu untuk memiliki barang orang lain yang diinginkan tanpa melanggar batasan syariat. Oleh karena itu, praktek jual beli yang dilakukan manusia semenjak masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam hingga saat ini menunjukkan bahwa umat telah sepakat akan disyariatkannya jual beli (Fiqhus Sunnah,3/46).
4. Dalil Qiyas
Kebutuhan manusia menuntut adanya jual beli, karena seseorang sangat membutuhkan sesuatu yang dimiliki orang lain baik, itu berupa barang atau uang, dan hal itu dapat diperoleh setelah menyerahkan timbal balik berupa kompensasi. Dengan demikian, terkandung hikmah dalam pensyariatan jual beli bagi manusia, yaitu sebagai sarana demi tercapainya suatu keinginan yang diharapkan oleh manusia (Al Mulakhos Al Fiqhy, 2/8).
C. Rukun dan Syarat Jual Beli
Kondisi umat ini memang menyedihkan, dalam praktek jual beli mereka meremehkan batasan-batasan syariat, sehingga sebagian besar praktek jual beli yang terjadi di masyarakat adalah transaksi yang dipenuhi berbagai unsur penipuan, keculasan dan kezaliman.
Lalai terhadap ajaran agama, sedikitnya rasa takut kepada Allah merupakan sebab yang mendorong mereka untuk melakukan hal tersebut, tidak tanggung-tanggung berbagai upaya ditempuh agar keuntungan dapat diraih, bahkan dengan melekatkan label syar'i pada praktek perniagaan yang sedang marak belakangan ini walaupun pada hakikatnya yang mereka lakukan itu adalah transaksi ribawi.
Jika kita memperhatikan praktek jual beli yang dilakukan para pedagang saat ini, mungkin kita dapat menarik satu konklusi, bahwa sebagian besar para pedagang dengan "ringan tangan" menipu para pembeli demi meraih keuntungan yang diinginkannya, oleh karena itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallambersabda,
"Sesungguhnya para pedagang itu adalah kaum yang fajir (suka berbuat maksiat), para sahabat heran dan bertanya, "Bukankah Allah telah menghalalkan praktek jual beli, wahai Rasulullah?". Maka beliau menjawab, "Benar, namun para pedagang itu tatkala menjajakan barang dagangannya, mereka bercerita tentang dagangannya kemudian berdusta, mereka bersumpah palsu dan melakukan perbuatan-perbuatan keji."(Musnad Imam Ahmad 31/110, dinukil dari Maktabah Asy Syamilah; Hakim berkata: "Sanadnya shahih", dan beliau disepakati Adz Dzahabi, Al Albani berkata, "Sanad hadits ini sebagaimana yang dikatakan oleh mereka berdua", lihat Silsilah Ash Shahihah 1/365; dinukil dari Maktabah Asy Syamilah).
Aturan jual beli dalam Islam meliputi syarat dan rukun, di mana rukun adalah komponen substansial (pokok) dari sebuah transaksi, sedangkan syarat adalah sebagai penentu dan pengikat layak atau tidaknya sesuatu menjadi komponen substansial dari transaksi tersebut. Berikut ini rukun dan syarat jual beli;
1. Rukun jual beli
a. Madzhab Syafi'i
Aqid (penjual dan pembeli). Syaratnya harus ithlaq al-tasharruf (memiliki kebebasan pembelanjaan), tidak ada paksaan, muslim (jika barang yang dijual semisal mushaf), bukan musuh (jika barang yang dijual alat perang).
Ma'qud 'alaih (barang yang dijual dan alat pembelian). Syaratnya harus suci, bermanfaat (menurut kriteria syariat), dapat diserahterimakan, dalam kekuasaan pelaku akad, dan teridentifikasi oleh pelaku akad.
Shighat (Ijab dan Qabul). Syaratnya tidak diselingi oleh pembicaraan lain, tidak terdiam di tengah-tengah dalam waktu lama, terdapat kesesuaian antara pernyataan ijab dan qabulnya, tidak digantungkan kepada sesuatu yang lain, dan tidak ada batasan masa.
Di kalangan madzhab Syafi'i jual beli dengan mu'athah (tanpa pernyataan ijab qabul) tidak sah, namun menurut ulama' Syafi'iyah adalah sah untuk barang-barang di mana tanpa ijab qabul sudah dianggap sebagai jual beli atau untuk barang-barang dengan harga kecil.
b. Madzhab Hanafi
Ijab Qabul. Menurut madzhab Hanafi, jual beli dapat terjadi (in'iqad) hanya dengan ijab dan qabul. Jadi in'iqad adalah keterikatan pembicaraan salah satu dari dua pihak yang berakad dengan lainnya menurut syari'at atas suatu cara yang tampak hasilnya pada sasaran jual beli. Maka, jual beli menurut madzhab ini merupakan atsar syari' (hasil nyata secara syari'at) yang tampak pada sasaran (jual beli) ketika terjadi ijab qabul, sehingga pihak yang berakad memiliki kekuasaan melakukan tasharruf. Untuk mencapai atsar yang nyata melalui ketersambungan ijab qabul, maka pihak pelaku (aqid) disyaratkan harus sehat akalnya dan mencapai usia tamyiz. Pada sasaran ijab qabul harus berupa harta yang dapat diserahterimakan. Mengenai jual beli dengan cara mu'athah, madzhab Hanafi memperbolehkan secara mutlak baik itu pada barang berharga besar maupun kecil, kecuali menurut pendapat al-Karkhi yang hanya memperbolehkan pada barang-barang yang kecil.
c. Madzhab Maliki
Shighat. Harus merupaan sesuatu yang dapat menunjukkan ridha (saling setuju) dari pihak aqid, baik berupa perkataan atau isyarat dan tulisan. Madzhab Maliki memperbolehkan jual beli dengan cara mu'athah.
Aqid. Syaratnya harus tamyiz (sudah dapat memahami pertanyaan dan mampu menjawabnya). Dalam madzhab ini aqid tidak disyaratkan muslim walaupun barang yang dijual berupa mushaf.
Ma'qud 'alaih. Syaratnya harus suci, dapat diserahterimakan, teridentifikasi, tidak terlarang penjualannya, dan dapat diambil manfaatnya.
d. Madzhab Hambali
Aqid. Syaratnya harus memiliki kepatutan melakukan tasharruf, yaitu harus sempurna akalnya, baligh, mendapat izin, kehendak sendiri, dan tidak sedang tercegah tasharrufnya.
Ma'qud 'alaih. Syaratnya memiliki manfaat menurut syari'at, boleh dijual oleh pihak aqid, dimaklumi bagi kedua belah pihak yang melakukan akad dan bisa diserahterimakan, dan di samping semua itu harus tidak bersamaan dengan sesuatu yang menghalanginya, yaitu larangan syara'.
Ma'qud bih (Shighat). Syaratnya harus berupa perkataan yang dapat menunjukkan persetujuan dan suka sama suka antara dua belah pihak. Tentang mu'athah, dalam madzhab Hambali terdapat tiga pendapat, yaitu membolehkan, tidak membolehkan, dan membolehkan hanya pada barang yang berharga kecil.
Dari uraian di atas, rukun jual beli menurut empat madzhab kecuali madzhab Hanafi adalah sama, yaitu aqid, ma'qud 'alaih, dan shighat/ma'qud bih. Sementara dalam madzhab Hanafi rukunnya hanya satuyaitu shighat (ijab dan qabul).
2. Syarat-syarat Sah Jual Beli
Berikut beberapa syarat sah jual beli -yang kami rangkum dari kitab Taudhihul ahkam 4/213-214, Fikih Ekonomi Keuangan Islam dan beberapa referensi lainnya- untuk diketahui dan direalisasikan dalam praktek jual beli agar tidak terjerumus ke dalam praktek perniagaan yang menyimpang.
a. persyaratan yang berkaitan dengan pelaku praktek jual beli, baik penjual maupun pembeli, yaitu:
1) Hendaknya kedua belah pihak melakukan jual beli dengan ridha dan sukarela, tanpa ada paksaan. Allahta'ala berfirman:
"… janganlah kalian saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang timbul dari kerelaan di antara kalian…" (QS. An-Nisaa': 29)
2) Kedua belah pihak berkompeten dalam melakukan praktek jual beli, yakni dia adalah seorang mukallafdan rasyid (memiliki kemampuan dalam mengatur uang), sehingga tidak sah transaksi yang dilakukan oleh anak kecil yang tidak cakap, orang gila atau orang yang dipaksa (Fikih Ekonomi Keuangan Islam, hal. 92). Hal ini merupakan salah satu bukti keadilan agama ini yang berupaya melindungi hak milik manusia dari kezaliman, karena seseorang yang gila, safiih (tidak cakap dalam bertransaksi) atau orang yang dipaksa, tidak mampu untuk membedakan transaksi mana yang baik dan buruk bagi dirinya sehingga dirinya rentan dirugikan dalam transaksi yang dilakukannya. Wallahu a'lam.
b. yang berkaitan dengan objek/barang yang diperjualbelikan, syarat-syaratnya yaitu
1) Objek jual beli (baik berupa barang jualan atau harganya/uang) merupakan barang yang suci dan bermanfaat, bukan barang najis atau barang yang haram, karena barang yang secara dzatnya haram terlarang untuk diperjualbelikan. Objek jual beli merupakan hak milik penuh, seseorang bisa menjual barang yang bukan miliknya apabila mendapat izin dari pemilik barang. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
"Janganlah engkau menjual barang yang bukan milikmu." (HR. Abu Dawud 3503, Tirmidzi 1232, An Nasaa'i VII/289, Ibnu Majah 2187, Ahmad III/402 dan 434; dishahihkan Syaikh Salim bin 'Ied Al Hilaly)
Seseorang diperbolehkan melakukan transaksi terhadap barang yang bukan miliknya dengan syarat pemilik memberi izin atau rida terhadap apa yang dilakukannya, karena yang menjadi tolok ukur dalam perkara muamalah adalah rida pemilik. (Lihat Fiqh wa Fatawal Buyu' hal. 24). Hal ini ditunjukkan oleh persetujuan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam terhadap perbuatan Urwah tatkala beliau memerintahkannya untuk membeli kambing buat beliau. (HR. Bukhari bab 28 nomor 3642)
2) Objek jual beli dapat diserahterimakan, sehingga tidak sah menjual burung yang terbang di udara, menjual unta atau sejenisnya yang kabur dari kandang dan semisalnya. Transaksi yang mengandung objek jual beli seperti ini diharamkan karena mengandung gharar (spekulasi) dan menjual barang yang tidak dapat diserahkan.
3) Objek jual beli dan jumlah pembayarannya diketahui secara jelas oleh kedua belah pihak sehingga terhindar dari gharar. Abu Hurairah berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang jual belihashaath (jual beli dengan menggunakan kerikil yang dilemparkan untuk menentukan barang yang akan dijual) dan jual beli gharar." (HR. Muslim: 1513)
4) Selain itu, tidak diperkenankan seseorang menyembunyikan cacat/aib suatu barang ketika melakukan jual beli. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain. Tidak halal bagi seorang muslim menjual barang dagangan yang memiliki cacat kepada saudaranya sesama muslim, melainkan ia harus menjelaskan cacat itu kepadanya" (HR. Ibnu Majah nomor 2246, Ahmad IV/158, Hakim II/8, Baihaqi V/320; dishahihkan Syaikh Salim bin 'Ied Al Hilali)
Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda:
"Barang siapa yang berlaku curang terhadap kami, maka ia bukan dari golongan kami. Perbuatan makar dan tipu daya tempatnya di neraka" (HR. Ibnu Hibban 567, Thabrani dalam Mu'jamul Kabiir 10234, Abu Nu'aim dalam Al Hilyah IV/189; dihasankan Syaikh Salim Al Hilaly)
c. yang berkaitan dengan ijab Kabul berikut adalah beberapa syarat syah ijab kabul
1) Jangan ada yang memisahkan, jangan pembeli diam saja setelah penjual menyatakan ijab dan sebaliknya.
2) Jangan diselangi kata-kata lain antara ijab dan kabul.
3) Beragama islam.
3. Jenis Akad Jual Beli
Ada beberapa jenis akad jual beli dalam ekonomi syariah:
1. Salam, perjanjian jual beli, dengan cara pemesanan barang dengan spesifikasi tertentu yang dibayar di muka dan penjual harus menyediakan barang tersebut dan diantarkan kepada sipembeli dengan tempat dan waktu penyerahan barang yang sudah ditentukan dimuka. Dalam akad salam, barang yang diperjualbelikan harus dapat dihitung atau ditimbang beratnya, jenis, klasifikasi dan spesifikasinya juaga harus jelas. Apabila barang pesanan yang diantarkan lebih baik spesifikasinya sipembeli harus mau menerima dan sipenjual tidak berhak untuk memperoleh tambahan pembayaran, namun sebaliknya jika barang yang diantarkan lebih buaruk spesifikasinya, maka sipembeli berhak menolak barang tersebut dan sipenjual harus mau mengembalikan uangnya.
2. Istisna', yaitu suatu perjanjian jual beli dengan cara memesan barang yang bukan komuditi atau barang pertanian tapi barang yang dibuat dengan mesin dan keahlian kusus. Pembayaran jual beli istisna dilakukan dengan cara pembayaran sebagian dimuka den bisa dengan cicilan atau langsung dibayar sekaligus apabila barang pesanan tersebut sudah selesai dan siap untuk digunakan oleh pembelinya.Salah satu syarat yang paling penting pada akad istisna adalah pada bahan mentah dari barang pesanan tersebut harus disediakan sendiri oleh penjualnya. Apabila bahan mentah berasal dari si pembeli, perjanjian ini tidak bisa disebut sebagai akad istisna' tetapi menjadi akad ijarah. Apabila barang pesanan tersebut sudah jadi tetapi tidak sesuai dengan apa yang diminta oleh pembeli maka sipembeli boleh menolak untuk menerima barang tersebut dan penjual harus menggantinya dengan barang yang sesuai dengan barang yang sesuai dengan keinginan pembeli sebelumnya.
3. Murabahah, adalah perjanjian jual beli dengan harga pasar ditambah dengan laba atau untung buat si penjual, dimana pembeli mengetahui dengan pasti harga pasar dari barang tersebut dan tambahan harga dari penjual.
4. Musawamah, transaksi jual beli dengan harga yang bisa ditawar, dimana si penjual tidak memberi tahu kan sipembeli harga pokok/pasar dari barang tersebut dan berapa keuntungan yang diperolehnya. Si pembeli pun bebas menawar harga barang yang akan dibelinya. Terjadinya jual beli ini sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak atau dengan cara negosiasi.
5. Tawliyah, Transaksi jual beli dengan harga pokok/pasar dimana penjual tidak mendapatkan keuntungan dari hasil penjualan barangnya.
6. Wadiyah, Transaksi jual beli dengan harga pokok/pasar, atau si penjual memberi diskon atas barang yang dijualnya.
Legal formal terbangunnya jual beli ditentukan oleh syarat dan rukunnya. Namun dalam prakteknya juga harus berpijak pada asasnya yaitu Islam . Sebab jika asasnya diabaikan, maka bisa menimbulkan hukum terlarang (haram) dan bahkan sampai merusak validitas akad jual beli itu sendiri.
D. Macam-macam jual beli
1. Jual beli ditinjau dari segi hukumnya dibagi menjadi dua macam yaitu :
a. Jual beli yang syah menurut hukum dan batal menurut hokum
b. Dari segi obyek jual beli dan segi pelaku jual beli
2. Dari aspek obyeknya, jual beli dibedakan menjadi empat macam, yaitu:
a. Bai' al-Muqayyadah : Yaitu jual beli barang dengan barang yang biasa disebut jual beli barter.
b. Bai' al-Muthlaq : Yaitu jual beli barang dengan barang lain secara tangguh atau menjual barang dengan harga secara mutlak.
c. Bai' al-Sharf : Yaitu menjualbelikan alat pembayaran dengan yang lainnya.
d. Bai' al-Salam : Dalam hal ini barang yang diakadkan bukan berfungsi sebagai mabi' melainkan berupa dain (tanggungan)Hal ini ditunjukkan dengan adanya jual beli di dunia maya, contoh jual beli lewat internet, online dan lain-lain. Jual beli barang najis seperti anjing, babi, dan sebagainya. Dalam Islam segala sesuatunya telah diatur dalam Al-Qur'an dan as-Sunnah. Begitu juga dalam Al-Qur'an dan as-sunnah dan dijelaskan dalam kitab-kitab fiqh.
3. Ditinjau dari segi benda yang yang dijadikan obyek jual beli dapat dikemukakan pendapat imam Taqiyuddin bahwa jual beli dibagai menjadi:
a. jual beli benda yang kelihatan maksudnya adalah pada wajtu melakukan akad jual beli benda atyau barang yang diperjualbelikan ada didepan penjual dan pembeli, seperti membeli beras dipasar dan boleh dilakukan.
b. Jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam janji Sama dengan jual beli salam (pesanan), ataupun yang dilakukan secara tidak tunai (kontan). Maksudnya ialah perjanjian sesuatu yang penyarahan barang-barangnya ditangguhkan hingga masa tertentu.
4. Jual Beli yang dilarang dan batal hukumnya adalah :
a. Jika akad jual beli itu menyulitkan ibadah, misalnya mengambil waktu shalat.
Seorang pedagang sibuk dengan jual beli sampai terlambat melakukan shalat jama'ah di masjid, baik tertinggal seluruh shalat atau masbuq. Berniaga yang sampai melalaikan sperti ini dilarang. Allah berfirman :
????????????? ????????? ??????????? ????? ??????? ???????????? ??? ?????? ??????????? ??????????? ?????? ?????? ??????? ????????? ??????????? ????????? ??????? ??????? ??? ??????? ??????????? (?) ??????? ???????? ???????????????????????? ??? ????????? ???????????? ??? ?????? ??????? ???????????? ??????? ????????? ???????????? ??????????? (??)
artinya :
(9). Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli
(10). apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (QS. Al jumu'ah : 9-10)
Dalam ayat lain Allah berfirman :
????????????? ????????? ?????????? ??? ?????????? ????????????? ????? ?????????????? ??? ?????? ????????? ????? ???????? ??????? ???????????????? ???? ?????????????? (?)
artinya :
Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian Maka mereka Itulah orang-orang yang merugi.(QS 'AL munafiqun: 9)
Perhatikanlah firman Alloh " maka mereka itulah orang-orang yang merugi". Alloh menyatakan mereka mengalami kerugian, meskipun mereka kaya, berhasil mengumpulkan banyak harta dan memiliki banyak anak. Sesungguhnya harta dan anak-anak mereka tidak akan bisa menggantikan dzikir yang terlewatkan.
Seorang pedagang akan meraih keuntungan yang hakiki, jika mampu meraih dua kebaikan, yaitu memadukan antara mencari rezekidengan ibadah kepada Alloh. Melangsungkan akad jual beli pada waktunya, dan menghadiri shalat pada waktunya. Alloh berfirman,
??????? ???????? ??????????? ????????????? ??? ????????? ???????????? ??? ?????? ??????? ???????????? ??????? ????????? ???????????? ??????????? (??)
artinya :
apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (QS Al jumu'ah : 10)
Jadi perniagaan itu ada dua, yaitu perniagaan dunia dan akhirat. Perniagaan dunia menggunakan harta dan usaha. Sedangkan perniagaan akhirat menggunakan amal shalih. Inilah perniagaan dunia yang diperbolehkan, maka itu berarti kebaikan diatas kebaikan.
b. Diantara jual beli yang dilarang dalam islam, yaitu menjual barang yang diharamkan.
Jika Alloh sudah mengharamkan sesuatu, maka dia juga mengharamkan hasil penjualannya. Seperti menjual sesuatu yang terlarang dalam agama. Rasulullah SAW telah melarang menjual bangkai, khamr, babi, patung. Barang siapa yang menjual bangkai, maksudnya daging hewan yang tidak disembelih dengan cara yang syar'i, ini berarti ia telah menjual bangkai dan memakan hasil yang haram. Begitu juga hokum menjual khamr. Khamr, maksudnya segala yang bisa memabukan sebagaimana sabda Rosulullah SAW :
"semua yang memabukan itu adalah khamr, dan semua khamr itu haram."
Rasulullah SAW melaknat sepuluh orang yang berkaitan dengan khamr. "sesungguhnya Alloh melaknat khamr, pemerasnya, yang minta diperaskan, penjualnya, pembelinya, peminum, pemakan hasil penjualannya, pembawanya, orang yang diminta dibawakan serta penuangnya." (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Termasuk dalam masalah ini, bahkan lebih berat lagi hukumnya, yaitu menjual narkoba, ganja , opium dan jenis obat-obat psikotropika lainnya yang merebak pada saat ini.orang yang menjualnya dan orang yang menawarkannyaadalah mujrim (pelaku kriminal). Karena narkoba merupakan senjata pemusnah bagi manusia. Jadi orang yang menjual narkoba, melariskannya serta para pendukungnya terkena laknat Rasulullah SAW. Hasil penjualannya merupakan harta haram. Orang yang membuatnya laris berhak dijatuhi hukuman mati, karena ia termasuk pelaku kerusakan di muka bumi.
Begitu juga menjual rokok dan tembakau. Rokok benda yang jelek dan dapat menybabkan sakit. Semua sifat jelek ada pada rokok, dan ia sama sekali tidak ada manfaatnya. Madharatnya sangat banyak. Para perokok itu orang yang paling jelek bau dan penampilannya. Teman duduk yang paling berat adalah perokok.
Meroko juga berarti membuang-buang harta, waktu, merusak kesehatan, mengotori wajah, menghitamkan bibir, mengotori gigi,. Banyak penyakit yang disebabkan oleh rokok. Jadi ditinjau dari berbagai sudut, rokok itu jelek dan tidak ada manfaatnya sama sekali. Sehingga tidak disangsikan lagi bahwa rokok itu haram.
c. Dilarang menjual gambar
Nabi SAW melarang berjualan ashnam, maksudnya ialah gambar. Pada dasarnya ashnam itu adalah gambar patung, baik patung khayalan, burung, binatang ternak atau manusia.
Semua gambar makhluk yang bernyawa itu, haram untuk dijual dan hasil penjualannya juga haram. Rasulullah SAW melaknat para pelukis dan memberitahukan mereka adalah manusia yang paling berat siksanya pada hari kiamat nanti. Begitu juga, tidak boleh menjual majalah-majalah yang bergambar-gambar ini, terutama yang memuat gambar-gambar cabul. Menbar fitnah , karena tabiat seorang manusia, jika melihat gambar atau photo gadis cantik yang menampakkan sebagian kecantikan atau sebagian anggota tubuhnya, biasanya akan membangkitkan syahwatnya, yang kadang mendorongnya untuk melakukan perbuatan keji dan tindakan kriminal. Begitulah yang diinginkan syetan yang berwujud jin dan manusia dengan menebarkan dan memperjual-belikan gambar ini. Apalagi menjual film porno atau videoyang berisi gambar-gambar wanita telanjang serta berprilaku bejat dan keji.
Gambar-gambar inilah yang telah memfitnah (menipu) banyak wanita dan para pemuda serta membuat mereka menyukai perbuatan keji. Film-film seprti ini tidak boleh dijual, bahkan wajib atas seorang muslim untuk mencegah, memusnahkan dan menyingkirkannya dari tengah-tengah kaum muslimin. Orang yang membuka tempat untuk menjual film porno (cabul), berarti telah membuka tempat untuk bermaksiat dan mengusahakan harta haram, dan mengundang murka Alloh. Bahkan ia berarti telah membuka tempat fitnah dan tempat mangkal bagi setan.
d. Dilarang menjual kaset-kaset berisi lagu-lagu cabul, suara penyanyi yang diiringi music. Isinya bercerita tentang asmara, cinta atau menyanjung wanita.
Lagu-lagu ini haram untuk didengar, direkam, dijual. Hasil penjualannya termasuk dalam kategori hasil yang haram dan dilarang oleh Rasulullah SAW karena lagu ini menebar kerusakan, perbuatan nista, merusak akhlak, serta membuka jalan bagi keburukan agar sampai kerumah-rumah kaum muslimin.
e. Dilarang menjual barang yang dimanfaatkan oleh pembeli untuk sesuatu yang haram.
Jika seorang penjual mengetahui dengan pasti, bahwa si pembeli akan menggunakan barang yang dibelinya untuk sesuatu yang diharamkan, maka akad jual beli ini hukumnya haram dan bathil. Jual beli seperti ini termasuk tolong-menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan. Alloh SWT berfirman :
????????????? ????????? ?????????? ??? ?????????? ???????????? ??????? ????? ????????? ?????????? ????? ????????? ????? ??????????????? ????? ????????? ????????? ?????????? ??????????? ???????? ???? ?????????? ??????????????? ??????? ?????????? ??????????????? ????? ??????????????? ?????????? ?????? ??? ?????????? ???? ??????????? ?????????? ??? ????????????? ?????????????? ????? ???????? ??????????????? ????? ???????????? ????? ????????? ???????????????? ??????????? ????????? ????? ??????? ??????? ?????????? (?)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah[389], dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram[390], jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya[391], dan binatang-binatang qalaa-id[392], dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya[393] dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.
[389] Syi'ar Allah Ialah: segala amalan yang dilakukan dalam rangka ibadat haji dan tempat-tempat mengerjakannya.
[390] Maksudnya antara lain Ialah: bulan Haram (bulan Zulkaidah, Zulhijjah, Muharram dan Rajab), tanah Haram (Mekah) dan Ihram., Maksudnya Ialah: dilarang melakukan peperangan di bulan-bulan itu.
[391] Ialah: binatang (unta, lembu, kambing, biri-biri) yang dibawa ke ka'bah untuk mendekatkan diri kepada Allah, disembelih ditanah Haram dan dagingnya dihadiahkan kepada fakir miskin dalam rangka ibadat haji.
[392] Ialah: binatang had-ya yang diberi kalung, supaya diketahui orang bahwa binatang itu telah diperuntukkan untuk dibawa ke Ka'bah.
[393] Dimaksud dengan karunia Ialah: Keuntungan yang diberikan Allah dalam perniagaan. keredhaan dari Allah Ialah: pahala amalan haji.
misalnya seseorang yang membeli anggur atau kurma untuk membuat khamr, membeli senjata untuk membunuh seorang muslim, menjual senjata kepada perampok, para pemberontak atau kepada pelaku kerusakan. Begitu juga hokum menjual barang kepada seseorang yang diketahui akan menggunakannya untuk mendukung sesuatu yang diharamkan Alloh , atau menggunakan barang itu untuk sesuatu yang haram, maka seorang pembeli seperti ini tidak boleh dilayani.
f. Dilarang menjual barang yang tidak ia miliki
Misalnya seorang pembeli datang kepada seorang pedagang mencari barang tertentu. Sedangkan barang yang dicari tersebut tidak ada pada pedagang itu. Kemudian antara pedagang dan pembeli saling sepakat untuk melakukan akad dan menentukan harga dengan dibayar sekarang ataupun nanti, sementara itu barang belum menjadi hak milik pedagang ataupun si penjual. Pedagang tadi kemudian pergi membeli barang dimaksud dan menyerahkan kepada sipembeli. Jual beli seperti ini hukumnya haram, karena si pedagang menjual sesuatu yang barangnya tidak ada padanya, dan menjual sesuatu yang belum menjadi miliknya., jika barang yang diinginkan itu sudah ditentukan. Dan termasuk menjual hutang dengan hutan., jika barang yang diinginkan tidak jelas harganya dibayar di belakang.
Rasulullah SAW bersabda :
"jangan menjual barang yang tidak ada padamu (HR Tirmidzi)".
g. Dilarang jual beli secara 'inah
Apakah yang dimaksud jual beli secara 'inah itu? Yaitu engkau menjual suatu barang kepada seseorang dengan pembayaran tempo (bayar dibelakang), kemudian engkau membeli barang itu lagi (dari pembeli tadi) dengan harga yang lebih murah, tetapi dengan pembayarn kontan yang engkau serahkan kepada pembeli. Ketika sudah sampai pada tempo pembayaran, engkau minta dia membayar penuh (sesuai dengan harga yang kita berikan saat dia membeli barang pada kita). Ini disebut jual beli 'inah (benda), karena benda yang dijual kembali lagi kepada si pedagang semula, ini adalah haram. Karena hanya bertujuan untuk menyiasati riba. Seakan engkau menjual dirham sekarang dengan beberapa dirham di masa yang akan datang, lalu engkau jadikan barang tadi sebagai alat untuk menyiasati riba.
h. Dilarang najasy (menawar harga tinggi untuk menipu pengunjung lainnya)
Misalnya dalam suatu transaksi atau pelelangan, ada penawaran atas suatu barang dengan harga tertentu, kemudian ada seseorang yang menaikan harga tawarnya, padahal ia tidak berniat untuk membelinya. Dia hanya ingin menaikan harganya untuk memancing pengunjung lainnya dan untuk menipu pembeli, baik orang ini bekerja sama dengan penjual ataupun tidak. Orang yang menaikan harga, padahal tidak berminat untuk membelinya telah melanggar larangan Rasululloh SAW. Beliau bersabda : "janganlah kalian melakukan jual beli najasy"
Orang yang tidak berminat membeli dan tidak tertarik pada suatu barang, hendaknya tidak ikut campur dan tidak menaikan harga. Biarkan para pengunjung (pembeli) yang berminat untuk saling tawar-menawar sesuai harga yang diinginkan.Mungkin ada sebagian orang yang kasihan kepada sipenjual, kemudian ia bermaksud membantu agar sipenjual kian bertambah keuntungannya, sehingga ia menambah harga. Menurutnya, yang ia lakukan akan menguntungkan penjual. Atau ada kesepakatan antara si penjual dengan beberapa kawannya untuk menaikkan harga barang. Harapannya, agar pembeli yang datang menawar dengan harga yang lebih tinggi. Ini juga termasuk najasy dan juga haram., mengandung unsur penipuan dan mengambil harta dengan cara bathil.
Termasuk jual beli najasy sebagaimana disebutkan oleh ulama ahli fiqih yaitu perkataan seorang penjual "aku telah membeli barang ini dengan harga sekian", padahal dia berbohong. Tujuannya untuk menipu para pembeli agar membelinya dengan harga tinggi. Atau perkataan penjual "aku berikan barang ini dengan harga sekian", atau perkataan "barang ini dihargai sekian", padahal dia berbohong. Dia hendak menipu para pengunjung agar menawar dengan harga lebih tinggi dari harga palsu yang dilontarkannya. Ini juga termasuk najasy yang dilarang Rosulullah SAW. Termasuk perbuatan khianat, menipu dan perbuatan bohong yang akan dihisab di hadapan Alloh SWT.
Para pedagang wajib menjelaskan harga sebenarnya jika ditanya oleh pembeli "anda membelinya dengan harga berapa?" beritahukan harga sebenarnya. Jangan dijawab "barang ini dijual dengan harga sekian", padahal dia berbohong. Termasuk dalam masalah ini, yaitu jika seorang pedagang di pasar atau pemilik took sepakat tidak akan menaikan harga tawar, jika ada penjual yang datang menawarkan barang, agar penjual terpaksa menjualnya dengan harga murah. Dalam hal ini, mereka melakukan kerjasama. Ini juga termasuk najasy dan mengambil harta manusia dengan cara haram.
i. Dilarang seorang muslim melakukan akad jual beli diatas akad saudaranya.
Rosululloh SAW bersabda : "janganlah sebagian diantara kalian berjualan diatas jualan sebagian".
Misalnya, seseorang mencari barang, dan dia membelinya dari seorang pedagang. Lalu pedagang ini memberikan hak pilih (jadi atau tidak ) kepada si pembeli tadi "tinggalkan barang ini, dan saya akan memberikan barang sejenis dengan kualitas dengan baik dan harga lebih murah". Penawaran seperti ini merupakan perbuatan haram, karena berjualan diatas akad jual beli saudaranya.
Selama penjual memberikan hak pilih kepada calon pembeli, maka biarkanlah calon pembeli berpikir, jangan ikut campur. Jika calon pembeli mau, ia bisa melanjutkan akad jual beli atau membatalkan akad. Jika akadnya sudah rusak dengan sendirinya, maka engkau boleh menawarkan barang kepadanya. Begitu juga membeli diatas pembelian saudaranya, hukumnya haram. Misalnya, jika ada seseorang mendatangi pedagang hendak membeli suatu barang dengan harga tertentu, lalu dia memberikan hak pilih kepada pedagang (jadi di jual atau tidak) selama beberapa waktu. Maka selama masa memilih ini, tidak boleh ada orang lain yang ikut campur, pergi ke pedagang seraya mengatakan "saya akan membeli barang ini darimu dengan harga yang lebih tinggi dari tawaran si fulan". Demikian ini merupakan perbuatan haram. Karena dalam perbuatan ini tersimpan banyak madharat bagi kaum muslimin, pelanggaran hak-hak kaum muslimin, menyakitkan hati mereka. Karena jika orang ini mengetahui bahwa engkau ikut campur dan merusak akad antara dia dengan pembeli atau penjual, dia akan merasa marah, dongkol dan benci. Bahkan mungkin dia mendoakan keburukan bagimu, karena engkau telah mendzaliminya.
j. Dilarang menjual dengan cara menipu
Engkau menipu saudaramu dengan cara menjual barang yang engkau ketahui cacat tanpa menjelaskan cacat kepadanya. Jual beli seperti itu tidak boleh, karena mengandung unsure penipuan dan pemalsuan. Para penjual seharusnya memberitahukan kepada pembeli, jika barang yang hendak dijual tersebut dalam keadaan cacat. Kalau tidak menjelaskan, berarti ia terkena ancaman Rasulullah SAW dalam sabdanya :
" penjual dan pembeli memiliki hak pilih selama belum berpisah. Jika keduanya jujur, niscaya keduanya akan berkah pada jual beli mereka. Jika keduanya berbohong dan menyembunyikan (cacat barang), niscaya berkah jual beli mereka dihapus.
Suatu ketika rasulullah SAW melewati seorang pedagang di pasar, disamping pedagang tersebut terdapat seonggok makanan. rasulullah memasukan tangannya yang mulia ke dalam makanan itu, dan rasulullah merasakan ada sesuatu yang basah dibagian bawah makanan. Rasulullah SAW bertanya kepada pedagang :" apa ini, wahai pedagang ?" orang itu menjawab : " makanan itu terkena air hujan, wahai Rasulullah !", kemudian Rasulullah bersabda : " mengapa engkau tidak menaruhnya diatas, agar bisa diketahui oleh pembeli. Barang siapa yang menipu kami, maka dia tidak termasuk golongan kami".
Hadits yang mulia ini termasuk sebagai kaidah dalam muamalah jual beli dengan sesame muslim. Tidak sepantasnya bagi seorang muslim menyembunyikan aib barangnya. Jika ada aibnya, seharusnya diperlihatkan, sehingga si pembeli bisa mengetahui dan mau membeli barang dengan harga yang sesuai dengan kadar cacatnya, bukan membelinya dengan dengan harga barang bagus.
Betapa banyak kasus penipuan yang dapat kita lihat sekarang. Betapa banyak orang yang menyembunyikan aib suatu barang dengan menaruhnya dibagian bawah, dan menaruh yang baik dibagian atas, baik sayur mayur ataupun makanan lainnya. Ini dilakukan dengan sengaja. Ini adalah perbuatan khianat.
k. Barang yang dihukumkan najis oleh agama seperti anjing, babi, berhala, bangkai dan khamar.
l. Jual beli sperma (mani) hewan, seperti mengawinkan seekor domba jantan dengan betina agar dapat memperoleh keturunan, jual beli ini haram hukumnya karena Rasulullah SAW bersabda : Dari Ibn Umar ra berkata : Rasulullah SAW telah melarang menjual mani binatang. (HR. Bukhari)
m. Jual beli anak binatang yang masih berada dalam perut induknya.
n. Jual beli dengan mukhadharah yaitu menjual buah-buahan yang belum pantas untuk dipanen.
o. Jual beli dengan munabadzah yaitu jual beli secara lempar-melempar.
p. Jual beli gharar yaitu jual beli yang samar sehingga kemungkinan adanya penipuan, contoh : penjualan ikan yang masih dikolam.
q. Larangan menjual makanan sehingga dua kali ditakar, hal ini menunjukkan kurang saling mempercayainya antara penjual dan pembeli.
E. Khiyar
1. Pengertian Khiyar
Akad yang sempurna haruslah terhindar dari khiyar, yang memungkinkan aqid (orang yang akad) membatalkannya. Pengertian Khiyar menurut ualama fiqih adalah suatu keadaan yang menyebabkan aqid memiliki hak untuk memutuskan akadnya, yakni menjadikan atau membatalkan jika khiyar tersebut berupa khiyar syarat, 'aib atau ru'yah, atau hendaklah memilih di antara dua barang jika khiyar ta'yin.
Jumlah khiyar sangan banyak. Menurut ulama Hanafiyah, jumlahnya ada 17. Sedangkan menurut ulam Malikiyah, membagi khiyar menjadi dua bagian, yaitu khiyar al-taammul(melihat, meneliti) adalah khiyar secara mutlak dan khiyar naqish (kurang), yakni apabila terdapat kekurangan atau 'aib pada barang yang dijual (khiyar al_hukmy). Ulama Malikiyah berpendapat bahwa khiyar majlis itu batal.
2. Macam-macam Khiyar
a. Khiyar Syarat
khiyar syarat menurut ulama fiqih adalah suatu keadaan yang membolehkan salah seorang yang akad atau masing-masing yang akad atau selain kedua pihak yang akad memiliki hak atas pembatalan atau penetapan akad selama waktu yang ditentukan.Khiyar disyariatkan antaralain untuk menghilangkan unsur kelalaian atau penipuan bagi pihak yang akad.
b. Khiyar Masyru' (disyariatkan)
khiyar yang disyariatkan adalah khiyar yang ditetapkan batasan waktunya. Hal ini didasarkan pada hadits Rasulullah SAW, beliau bersabda: "jika bertransaksi (jual-beli), katakanlah tidak ada penipuan dan saya khiyar selama tiga hari." (HR. Muslim)
Terdapat batasan khiyar Masyru' .Ulama Hanafiah, Jafar, dan Syafi'iyah, membolehkan khiyar tersebut dengan waktu yang ditentukan selagi tidak lebih dari tiga hari. Mereka berpendapat bahwa waktu tiga hari adalah waktu cukup dan memenuhi kebutuhan seseorang. Dengan demikian, jika melewati tiga hari maka jual beli tersebut batal. Akan tetapi akad tersebut akan menjadi sahih, jiak diulangi dan tidak melewati tiga hari. Adapun menurut Ja'far, jika diulangi dan tidak melewati tiga hari, tidak dapat menjadi akad yang sahih.
c. Khiyar rusak
Menurut pendapat para kalangan ulama Hanafiyah, Syafi'iyah, dan Hanbilah, khiyar yang tidak jelas batasan waktunya adalah tidak sah, seperti pernyataan, "saya beli barang ini dengan syarat saya khiyar selamanya", perbuatan ini mengandung jahalah (ketidak jelasan). Menurut ulama Syafi'iyah dan Hanbilah, jual beli seperti itu batal. Khiyar sangat menentukan akad, sedangkan batasanya tidak diketahui, sehingga akan menghalangiaqid (orang yang melakukan akad) untuk menggunakan (tasharruf) barang tersebut.
d. Khiyar Majlis
khiyar Majlis, menurut para ulama fiqih adalah hak bagi semua pihak yang melakukan akad untuk membatalkan akad selagi masih berada ditempat akad dan kedua pihak belum berpisah. Keduanya saling memilih sehingga muncul kelaziman dalam akad.Denagan demikian akan menjadi lazim, jika kedua pihak telah berpisah atau memilih.Pandangan para ulama tentang Khiyar Majlis
1. Ulama Hanafiyah dan Malikiyah
Akad akan dapat menjadi lazim denagan adanya ijab dan qabul, serta tidak bisa hanya dengan khiyar.
2. Menurut ulama Syafi'iyah dan Hanabilah
Jika pihak yang akad menyatakan ijab dan qabul, akad tersebut masih termasuk akad yang boleh atau tidak lazim selagi keduanya masih berada ditempat atau belum berpisah badanya.
3. Cara Menggunakan Khiyar
cara menggunakan khiyar ada tiga cara
a. Pengguguran jelas (sharih)
b. Pengguguran dengan dilalah
c. Pengguguran khiyar dengan kemadaratan
penggunaan khiyar dengan adanya kemadaratan terdapat dalam beberapa keadaan antara lain sbb:
1) Habis waktu
2) Kematian orang yang memberikan syarat
3) Adanya hal-hal semakna dengan mati
4) Barang rusak ketika masih khiyar
5) adanya cacat pada barang
6) Cara membatalkan atau menjadikan akad
F. Hikmah dan anjuran jual beli
Adapun hikmah dibolehkannya jual-beli itu adalah menghindarkan manusia dari kesulitan dalam bermuamalah dengan hartanya. Seseorang memiliki harta di tangannya, namun dia tidak memerlukannya. Sebaliknya dia memerlukan suatu bentuk harta, namun harta yang diperlukannya itu ada ditangan orang lain. Kalau seandainya orang lain yang memiliki harta yang diingininya itu juga memerlukan harta yang ada di tangannya yang tidak diperlukannya itu, maka dapat berlaku usaha tukar menukar yang dalam istilah bahasa Arab disebut jual beli.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari beberapa definisi tersebut kami mengambil kesimpulan bahwasanya jual beli adalah suatu perjanjian yang dilakukan oleh kedua belah pihak dengan cara suka rela sehingga keduanya dapat saling menguntungkan, maka akan terjadilah penukaran hak milik secara tetap dengan jalan yang dibenarkan oleh syara'.
Dari beberapa definisi tersebut kami mengambil kesimpulan bahwasanya jual beli adalah suatu perjanjian yang dilakukan oleh kedua belah pihak dengan cara suka rela sehingga keduanya dapat saling menguntungkan, maka akan terjadilah penukaran hak milik secara tetap dengan jalan yang dibenarkan oleh syara'.
Aturan jual beli dalam Islam meliputi syarat dan rukun, di mana rukun adalah komponen substansial (pokok) dari sebuah transaksi, sedangkan syarat adalah sebagai penentu dan pengikat layak atau tidaknya sesuatu menjadi komponen substansial dari transaksi tersebut. Dimana rukun dalam jual beli dibagi menjadi; Madzhab Syafi'I, Madzhab Hanafi, Madzhab Maliki, Madzhab Hambali. Beberapa syarat sah jual beli -yang kami rangkum dari kitab Taudhihul ahkam 4/213-214, Fikih Ekonomi Keuangan Islam dan beberapa referensi lainnya- untuk diketahui dan direalisasikan dalam praktek jual beli agar tidak terjerumus ke dalam praktek perniagaan yang menyimpang.
Macam-macam dari jual beli terbagi menjadi dua yakni yang dihalalkan dan diharamkan untuk dilakukan. Dan semua itu telah diatur dalam al-quran dan hadits.
Pengertian Khiyar menurut ualama fiqih adalah suatu keadaan yang menyebabkan aqid memiliki hak untuk memutuskan akadnya, yakni menjadikan atau membatalkan jika khiyar tersebut berupa khiyar syarat, 'aib atau ru'yah, atau hendaklah memilih di antara dua barang jika khiyar ta'yin.
Jumlah khiyar sangan banyak. Menurut ulama Hanafiyah, jumlahnya ada 17. Sedangkan menurut ulam Malikiyah, membagi khiyar menjadi dua bagian, yaitu khiyar al-taammul(melihat, meneliti) adalah khiyar secara mutlak dan khiyar naqish (kurang),
Adapun hikmah dibolehkannya jual-beli itu adalah menghindarkan manusia dari kesulitan dalam bermuamalah dengan hartanya
About This blog
Semoga blog ini dapat membantu semua sista and agan agan sekalian. Bila ada salah informasi tolong dimaafkan dan segara disampaikan kepada saya untuk segera di perbaiiki. Kesamaan nama,tempat, waktu dan sebaginnya hanya kebetulan saja jadi mohon jangan dibawa sampai lubuk hati. Terima kasih.
0 komentar:
Posting Komentar